Sponsored Link
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memberi peringatan kepada operator telekomunikasi ihwal status kepemilikan menara yang digunakannya harus sesuai dengan aturan Menara Bersama.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan, salah satu yang diatur dalam aturan itu adalah masalah status kepemilikan menara.
"Bisnis penyediaan menara secara tegas menutup peluang bagi investor asing menguasai secara langsung. Operator yang masih menguasai menara secara langsung atau melalui anak usahanya harus menyesuaikan dengan aturan itu,” ujar Gatot saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Pembangunan dan penyediaan menara telekomunikasi bersama diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 18/2009, Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2009, Menkominfo Nomor 19/PER/M.Kominfo/3/2009, dan Kepala BKPM Nomor 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Aturan tersebut ditetapkan dan mulai berlaku pada 30 Maret 2009 lalu.
Namun, pada medio 2011 pemerintah merevisi SKB, khususnya terkait Pasal 28. Pasal tersebut menyebutkan soal penggunaan satu menara bersama di satu lokasi jika terdapat beberapa menara. Kala itu operator meminta masa transisi hingga akhir Desember 2012 karena terkait masa sewa dan perizinan.
“Hal yang harus diingat revisi di 2011 itu masalah implementasi penggunaan satu menara, sedangkan masalah bisnis ini tertutup bagi investor asing tidak direvisi. Nah, sekarang jika merujuk pada prosedur, aturan ini harusnya berlaku penuh dua tahun setelah disahkan,” paparnya.
Operator lanjut Gatot, perlu memiliki rencana bisnis terhadap menara yang masih dimilikinya, terutama bagi operator yang sahamnya dikuasai oleh investor asing.
“Kita sadar operator itu banyak yang sewa menara ke penyedia menara, tetapi ada juga yang masih menguasai langsung atau melalui anak usahanya. Tidak bisa dipungkiri operator di Indonesia ini kan ada asingnya,” urainya.
Gatot menambahkan, operator sejatinya patuh terhadap imbauan dari regulator ini. ”Potensi untuk digugat cukup besar jika mereka bandel. Kami minta mereka lebih baik dijewer pemerintah dari pada 'berdarah darah' di kemudian hari,” sindirnya.
Sekadar diketahui, operator yang telah melepas sebagian menara miliknya adalah PT Hutchison CP Telecommunications (Tri), PT Bakrie Telecom Tbk, PT Smartfren Telecom Tbk, dan PT Indosat Tbk.
Sedangkan Telkom tengah melakukan tender pelepasan sebagian saham anak usahanya, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), dengan enterprise value sekitar Rp3 triliun. Telkom menunjuk Barclays Capital untuk aksi korporasi ini yang diikuti oleh PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).
Para analis menyakini pelepasan sebagian kepemilikan Telkom di Mitratel akan menjadi katalis bagi nilai saham operator pelat merah itu ke depan. Pasalnya, hal itu merujuk pada pelepasan 2.500 menara milik Indosat ke Tower Bersama tahun lalu yang berdampak terkereknya saham anak usaha Ooredoo itu.